Kebijakan Ruang Gerak Hingga Tidak Terpenuhinya Hak


Hampir seluruh negara di bumi terdampak covid-19 yang Kemudian direspon oleh WHO yang menyatakan virus corona sebagai pandemi. Pemerintah Indonesia menindaklanjuti pernyataan WHO dengan menetapkan virus corona sebagai bencana nasional non-alam melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana  Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.

Sumber : news.detik.com


Atas dasar penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam, saya akan menyinggung sedikit mengenai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sedikit mengenai hak masyarakat khususnya Pasal 26 ayat (2) UU Penanggulangan Bencana yang salah satunya berbunyi “Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar”.
Berdasarkan ketentuan ini, setiap orang yang “terkena bencana” artinya yang terdampak dan mengalami kerugian akibat suatu bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Namun kenyataan menunjukkan hal lain, semenjak keppres ditetapkan belum seluruh masyarakat yang terdampak akibat Covid-19 mendapatkan haknya sebagaimana diatur dalam UU Penanggulangan Bencana. Meski berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah daerah di masing-masing wilayah yang terdampak, bantuan pemenuhan kebutuhan dasar belum secara menyeluruh dapat dinikmati secara merata. Hal ini dibuktikan dengan fakta yang menunjukkan masih ada sebagian masyarakat khususnya mereka yang berstatus sebagai perantau di kota-kota besar terdampak, yang harus rela menjual harta benda berharga untuk dapat bertahan hidup secara mandiri, pulang ke kampung halaman dengan alasan PHK, kehabisan biaya hidup, tidak mendapat job dan pelanggan. Pada (17/4) ada seorang ayah yang rela menjual HP bekas untuk membeli beras. Juga berita Ibu Yulie seorang warga Banten pada (20/4) yang sempat tidak makan selama dua hari hingga akhirnya meninggal karena kelaparan.  Kondisi ini tak lain berakar pada pandemi Covid-19. Koordinasi, pendataan, dan pelaporan adalah hal yang sangat menentukan bagi kerja pemerintah mengentaskan pandemi Covid-19 beserta permasalahan yang melingkupinya. Sehingga hal serupa tidak perlu terjadi kembali.
Dalam relasi yang ideal, masyarakat mempunya hak dan pemerintah mempunya kewajiban melaksanakan kebijakan yang telah dibuat. Perintah pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi tanggap darurat juga terdapat pada Pasal 48 huruf (d) UU Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggualangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi pemenuhan kebutuhan dasar. Namun sekali lagi, realitas sebagaimana telah disebutkan diatas menunjukkan bahwa selain langkah praktis pemerintah belum sepenuhnya maksimal menjangkau keseluruhan masyarakat, pelaksanaan regulasi pun berada pada titik yang sama.  Konsistensi pemahaman regulasi secara vertikal maupun horizontal, serta pelaksanaan konkret kebijakan dengan perbaikan koordinasi akan membantu bagi penyelesaian masalah ini. Memang waktu dan kekhasan permasalahan di masing-masing wilayah menjadi pertimbangan, namun dengan durasi keberadaan Covid-19 di Indonesia yang sudah sekitar tiga bulan, persiapan matang seharusnya sudah final.
Disisi lain, dengan berangkat pada fakta-fakta diatas, disusul pembuatan berbagai jenis regulasi khususnya oleh pemerintah pusat semasa pandemi, kita dapat menilai bahwa penanganan Covid-19 terlalu bersifat formal birokratis tidak dalam optimalisasi langkah-langkah praktis yang benar-benar efektif dan tepat sasaran. Kesehatan serta kebutuhan pokok adalah yang harus dicapai pemenuhannya. Namun kaitannya dengan persediaan bahan pokok pun kita dapat melihat berbagai kebijakan kebelakang yang dampaknya terasa di masa pandemi sekarang. Sehingga menambah kesukaran bagi negara sendiri. Mengutip dari Gus Roy kurang lebih seperti ini "Kebijakan menggusur lahan pertanian subur milik rakyat untuk dibangun proyek infrastruktur seperti bandara Kerajati di Majalengka, bandara NYIA di Tomon Kulonprogo, PLTU batang dll. Eladalah, terus sekarang pada saat krisis pangan memerintahkan mencetak sawah". Terlepas dari berbagai kebijakan yang telah lalu, yang pasti pemerintah saat ini dituntut untuk meminimalisir krisis di berbagai bidang. Jaminan warga negara khususnya pemenuhan kebutuhan dasar harus tetap dilaksanakan secara merata. Sebab pembatasan ruang gerak yang otomatis hadir bersamaan dengan kehadiran Covid-19 telah mengganggu roda perekonomian masyarakat.
Namun sekali lagi perlu di ingat, tanggung jawab pengentasan Covid-19 menjadi kewajiban tiap elemen pemerintahan, tak terkecuali unsur legislatif. Sebagai wakil-wakil rakyat, harus aktif mengawasi pelaksanaan kebijakan yang dibuat selama masa pandemi Covid-19. Dalam kondisi seperti ini pun  kewenangan yang melekat seperti legislasi (pembentukan undang-undang) harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, dalam arti RUU yang dirasa menyentuh hal-hal krusial harus tetap dibahas dengan melibatkan pihak-pihak terkait secara maksimal. Jangan sampai kondisi semacam ini, dimana terdapat pembatasan aktivitas dan ruang gerak, dimanfaatkan untuk membahas RUU yang mengatur hal-hal krusial seperti RUU Cipta Kerja. Keseluruhan kerja pemerintah maupun wakil rakyat saat ini harus difokuskan untuk pengentasan Covid-19 terlebih dahulu, sehingga krisis yang terjadi tak berlangsung berkepanjangan dan menimbulkan permasalahan yang lebih luas.


Penulis : Musa Andika
Previous
Next Post »

3 komentar

Click here for komentar
2 Mei 2020 pukul 18.18 ×

Awas min, ada snaiper lo wkw

Balas
avatar
admin
Thanks for your comment