Kilas Balik Krisis Moneter 1998, Krisis Moneter 2008 dan Resesi di Tahun 2020?

 Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia pernah mengalami beberapa kali Krisis Moneter (Krismon), mulai dari krismon atau krisis finansial Asia di tahun 1998, krisis finansial global di tahun 2008 dan yang terakhir resesi ekonomi global akibat pandemi covid-19 di tahun 2020. 

Krisis Moneter 1998

 Tahun ini dipenuhi oleh berita mencekam baik dari sisi politik, demonstrasi mahasiswa, sampai nilai tukar rupiah yang sangat anjlok. Krismon 98 itu awal mulanya dipicu dari krisis negara Thailand. Wah gimana ceritanya nih? kok bisa Thailand menjadi penyebab krisis finansial di Asia, termasuk di Indonesia? 

Di awal tahun 90-an, ada ketimpangan antara suku bunga bank di Thailand dengan negara-negara lain, khususnya dengan negara jepang. Dimana suku bunga saat itu mencapai 10% an sementara suku bunga di negara Jepang sangat rendah, yaitu di level 2% per tahun. Kondisi tersebut membuat beberapa pengusaha di Thailand mencoba membuat skema bisnis yang memanfaatkan ketimpangan suku bunga 2 negara tersebut. Sederhananya dengan membuat perusahaan valas atau forex lalu perusahaan tersebut dengan meminjam uang dalam jumlah yang besar ke Jepang yang bunga pengembaliannya rendah. Kemudian dana tersebut didistribusikan menjadi utang kredit di Thailand dengan bunga pengembalian yang tinggi. Skema bisnis ini terlihat positif karena pertumbuhan ekonomi di Thailand tumbuh di atas 8% di awal tahun 90an khususnya di industri ekspor. 

 Pertumbuhan ekonomi di Thailand membuat masyarakatnya mulai gencar belanja barang-barang impor dari luar negeri yang artinya meningkatkan permintaan mata uang asing dalam perdagangan Thailand. Sampai akhirnya, di tahun 95 Thailand mengalami persaingan bisnis ekspor dengan China. Artinya apa? Keuntungan bisnis ekspor Thailand mengalami penurunan dan perusahaan yang meminjam uang Yen Jepang lewat perusahaan forex tersebut semakin kesulitan untuk membayar utang-utangnya yang berbunga cukup tinggi. Dengan semakin menurunnya industri ekspor dan kredit utang macet yang semakin membengkak pemerintah Thailand akhirnya mengambil kebijakan membantu pelunasan kredit macet tersebut dengan memakai cadangan devisa mata uang asing milik pemerintah Thailand. Di sisi lain, Thailand pada saat itu memberlakukan kebijakan moneter dengan mematok nilai tukar mata uang Baht dengan USD pada level yang stabil. Wah kok bisa sih bikin nilai tukar mata uang jadi stabil? 

 Secara teknis, hal itu bisa dilakukan dengan mengorbankan cadangan devisa negara. Pemerintah Thailand mengeluarkan cadangan devisa dollarnya dalam jumlah yang sangat banyak dan memenuhi bursa perdagangan maya uang untuk menguatkan Baht. Tetapi cadangan devisa negara tentu ada batasnya dan tidak mungkin selamanya bisa menahan kredit macet dan menstabilkan nilai mata uang. Pada tanggal 2 Juli 1997, pemerintah Thailand mencabut kebijakan menstabilkan nilai tukar Baht. Jadi, nilai tukar dibiarkan berfluktuasi berdasarkan permintaan dan penawaran di bursa perdagangan mata uang. Akibatnya, nilai Baht turun 20% pada hari itu juga

 Hal itu membuat seluruh dunia investasi sangat terkejut dan mengakibatkan kepanikan besar di Asia. Amblesnya nilai mata uang Thailand sedrastis itu dalam waktu yang singkat membuat reaksi berantai di kalangan investor termasuk yang menanamkan uangnya di Indonesia, Malaysia, dan negara-negara berkembang di Asia. Nilai tukar rupiah langsung menghadapi tekanan jual yang sangat tinggi di pasar keuangan. Bank sentral di banyak negara Asia harus menguras cadangan devisanya jika ingin menstabilkan nilai mata uang negaranya walaupun ada batasnya. Dalam rupiah, Bank Indonesia terpaksa membuat nilai rupiah mengambang bebas sehingga nilai rupiah terjun bebas dari yang Rp. 2000 per Dollar AS sampai sempat tembus Rp. 16000 per Dollar AS dan berdampak pada sistematik banyak perusahaan dan institusi finansial yang punya utang dalam bentuk dollar. Sehingga, Perusahaan yang tadinya cuma punya utang sebesar 2 Miliar menjadi 16 Miliar. Hal itulah yang menyebabkan perusahaan bangkrut termasuk banyak lembaga perbankan di Indonesia

Krisis Finansial 2008

 Krisis di tahun ini pada dasarnya dipicu oleh kredit macet kredit pemilikan rumah di Amerika yang berdampak sistemik ke berbagai institusi keuangan di seluruh dunia. Kenapa sih kredit KPR yang macet bisa bikin krisis finansial?

 Masyarakat Amerika yang berkeinginan memiliki rumah sendiri dengan cara mencicicl menyebabkan mereka mengajukan kredit KPR. Industri kredit perbankan di Amerika pada tahun-tahun itu tidak ketat untuk mengawasi kelayakan kredit masyarakatnya. Ironisnya kredit KPR yang tidak sehat ini di rasionalisasikan oleh harga perumahan yang terus melonjak tinggi dan hal ini yang memicu peningkatan pengambilan KPR. Bahkan saking drastisnya harga rumah di Amerika, jika ada keluarga yang tidak sanggup membayar KPR, penjualan rumahnya sudah lebih dari cukup untuk melunasi hutang kreditnya. Fenomena naiknya harga rumah di Amerika dianggap akan terus terjadi. Hal ini menyebabkan banyak institusi keuangan di Amerika yang menjaminkan surat utang kredit rumah sebagai bagian dari portofolio investasi yang dijual ke nasabah ritel. Karena harga rumah semakin naik, maka harga surat berharga yang berisi jaminan utang kredit itu juga makin diminati investor dan harganya pun bertumbuh naik. Belum lagi, resiko kredit di Amerika ini juga dijaminkan kepada banyak institusi asuransi besar bahkan dijamin oleh negara Amerika.

 Masalah ini menjadi semakin berat sebab aturan baru presiden Clinton yang memungkinkan bank tabungan untuk turut berpartisipasi dalam investasi beresiko tinggi seperti KPR beresiko tinggi atau subprime mortgage yang sebelumnya terbatas hanya untuk bank investasi. Nantinya akan banyak utang kredit yang macet dari golongan masyarakat yang memang belum layak mengajukan kredit. Selanjutnya ketika kredit utang yang macet semakin banyak, industri perbankan di Amerika mengalami krisis likuiditas dengan status jutaan yang macet. Hal ini berdampak secara sistemik yaitu hancurnya produk-produk investasi yang berisi jaminan utang kredit KPR. Serta banyak perusahaan asuransi di seluruh dunia yang tidak sanggup menanggung klaim asuransi yang bertumpuk sampai melampaui kemampuan likuiditasnya. Semua kekacauan ini berdampak pada kepanikan para investor di bursa saham yang menarik dana mereka yang menyebabkan jatuhnya harga saham di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Krisis Resesi Global 2020

 Tahun 2020 menjadi tahun yang sangat mengejutkan bukan hanya di Indonesia melainkan di seluruh dunia. Pasalnya di tahun ini, dunia dilanda pandemic yang tidak hanya berdampak pada dunia kesehatan tetapi juga berdampak pada dunia perekonomian, bahkan perdagangan di seluruh dunia. Akibat dari kebijakan-kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat menyebabkan sektor industry dan perdagangan mengalami penurunan yang luar biasa parah. Khususnya industry pariwisata dan turunanya seperti bisnis transportasi, penginapan, restoran dan hiburan. Perlambatan aktivitas ekonomi dalam perdagangan dan konsumsi terpotret dari tingkat GDP (Gross Domestic Product) sepanjang tahun 2020 menurun di berbagai belahan dunia sampai akhirnya menyebabkan banyak negara masuk ke pasar resesi ekonomi, termasuk Indonesia


Penulis :

Arzeti Tanzania

( Anggota Dep. Pendidikan dan Wacana) 

Previous
Next Post »
Thanks for your comment