Optimalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Mahasiswa Ideal, Progresif, dan Bermoral di Era Digital

 Berbicara mengenai mahasiswa memang tidak akan pernah ada habisnya, berpredikat Maha berlandaskan posisi sebagai top civitas academic dalam kata lain posisi tertinggi setelah pelajar, dengan julukan tersebut tentunya tidak mudah dan semena-mena, ada beban yang harus ditanggung seperti lebih beratnya fungsi dan tujuan dari mahasiswa itu. Maka dari itu, cara terbaik mengemban predikat tersebut dengan cara mengaktualisasikan diri lebih optimal, ideal, progresif, dan bermoral, serta mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 

   Tri Dharma Perguruan Tinggi menjadi rule of model mahasiswa dalam melaksanakan peran fungsinya di perguruan tinggi manapun, inilah tanggung jawab berat, jika bukan  mahasiswa yang mengoptimalkan peran tersebut, akan terjadi krisis kepemimpinan, mahasiswa hilang sifat kritisnya, lalu sifat kemanusiaannya, ilmu untuk diamalkan. Adapun konsep Mahasiswa ideal yang dapat menyesuaikan diri dalam situasi dan kondisi apapun. Progresif memiliki pandangan jauh kedepan, dan bermoral.  

  Peran pertama dalam optimalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi bidang pendidikan, yakni bagaimana merefleksikan mahasiswa menjadi insan yang terpelajar dan terdidik. Secara teoretik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam,  bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegang. Tujuan pendidikan bagi mahasiswa bukan hanya memwujudkan mahasiswa yang cerdas secara keilmuan saja, tetapi juga dalam membangun dan membina karakter mahasiswa itu sendiri. Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai tujuan khusus dan eksklusif dalam menghasilkan tujuan pendidikan yang optimal, yaitu to be smart and a good citizenship, pengoptimalan pendidikan yang dilaksanakan baik di persekolahan maupun di tingkat perguruan tinggi, haruslah melahirkan generasi pendidik yang cerdas dan mampu menularkan kepada anak didiknya. 

  Kedua, peran optimalisasi dalam bidang penelitian, dimana mahasiswa diharapkan dapat menjadi sosok yang dekat dengan lingkungannya, baik ranah kealaman, maupun ranah sosial. Dengan begitu, mahasiswa dapat beradaptasi, memperdalam, menganalisa, dan merekonstruksi permasalahan yang ada di lingkungan melalui penelitian. Penelitian yang dimaksud bertujuan agar terwujudnya sinergitas antara teori yang didapatkan, serta realita di lapangan, jika terdapat permasalahan itulah gunanya ilmu, untuk diaplikatifkan, memecahkan segala permasalahan dalam masyarakat. Penelitiaan harus menjadi wadah bagi mahasiwa dalam mencerma segala isu dan permasalahan, dan memberikan solusi melalui data dan fakta hasil penelitian yang ditemukan. Hubungannya dengan konteks Pendidikan Kewarganegaraan, optimalisasi peneltian yang diharapkan yaitu terciptanya mahasiwa yang kritis serta solutif. Dengan kata lain, pemikiran kritis membuat mahasiswa tidak terjebak dalam kepentingan politik sesaat, terlebih mau menggadaikan idealitasnya berafiliasi dengan partai politik. Penelitian yang esensinya menggunakan data, dan mengkonstruksi segala permasalahan sosial, inilah peran mahasiswa yang menjadi penyambung lidah rakyat, sosialisasi kebijakan, kritik kebijakan, yang terukur, sistematis, serta berdasar pada masalah.

  Ketiga, peran optimalisasi mahasiwa berupa pengabdian Tri Dharma Perguran Tinggi, kolaborasi yang masif mahasiswa dengan lingkungan sosial kemasyarakatan. Sempit rasanya jika mahasiwa hanya menerima pembelajaran di ruang kelas, lingkungan sosial itu luas, dibatasi oleh tanah dan langit, peluang besar, untuk mahasiswa berproses, teori keilmuan bisa diaplikatifkan demi pengabdian masyarakat, soft skill mahasiswa akan tajam. Tujuan pengabdian pada masyarakat sejatinya adalah membentuk mahasiswa yang pandai berkomunikasi, bersosialisasi, beradaptasi, terlebih sebagai agen perubahan sosial. Pembelajaran yang tidak didapat di kelas, suatu saat mahasiswa akan kembali pada lingkungan masyarakat, oleh karenanya, persiapan untuk itu dirasa perlu, membentuk mereka sebagai pemimpin, pengabdian masyarakat mengakomodir hal tersebut.

  Jika peran pendidikan dan penelitian ini sudah dirasa optimal dalam pelaksanaannya, maka output dari hal tersebut adalah merealisasikannya melalui pengabdian pada masyarakat. Peran pendidikan sebagai transformasi nilai-nilai ilmiah membentuk pemikiran yang matang, baik secara keilmuan maupun aplikatif,  seperti pengambilan keputusan (decission making). Setelah pendidikan, muncul peran yang lebih besar, yaitu penelitian sebagaiamana dijelaskan di atas, sifat kritis mahasiwa dalam menilai, merefleksi isu atau permasalahan dengan bijak,  diharapkan agar hasil penelitian tersebut mampu menjawab segala isu dan permasalahan yang ada, semua berdasar data, inilah esensi dari kritis yang solutif.

  Level terakhir  Tri Dhrama Perguan Tinggi dikenal dengan konsep pengabdian, adalah hasil keterpaduan pendidikan dan peneilitian, maka segala bentuk pengabdian didasari pada pendidikan penelitian, mahasiswa adalah penghubung, agen perubahan sosial, maka pengabdiannya harus mendasar. Inti dari pengabdian adalah wahana untuk menggadaikan diri demi kebaikan masyarakat, aplikatif teori, wahana pembelajaran, penghubung masyarakat dengan pemangku kebijakan, sosialiasi kebijakan, pembuatan program pemberdayaan masyarakat yang terukur, dan sesuai masalah.

  Dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan kita mengetahui misi yang diemban adalah To Be Smart and A Good Citizenship sebagai wahana untuk mewujudkan kepekanaan terhadap permasalahan sosial guna membangun civic disposition (sikap serta tanggung jawab warga negara yang baik). Apabila dihubungkan dengan Tri Dharma Pergguran Tinggi yang memiliki misi membangun homo educandum dalam pendidikan, deep critical thingking dalam penelitian dan civic disposition dalam pengabdian. Jika tersistem dan terkolaborasi, maka membentuk mahasiswa sebagai warga negara yang baik dan cerdas bukan khayalan semata.

 

Oleh : 

Aulia Afifah 

(Anggota Departemen Pendidikan dan Wacara) 


Previous
Next Post »
Thanks for your comment