Perkembangan generasi millennial dalam suatu lingkup pertemanan
memunculkan sebuah prototype baru yang kemudian menjadi
sebutan paten dikalangan generasi millenial baik pemuda,
mahasiswa dan bahkan pelajar. Semakin
beranjak dewasa beberapa
segi kehidupan seakan menuntut
untuk bergerak dengan cepat hingga mengabaikan hubungan secara emosional yang pada akhirnya
seperti ajang kompetisi
yang menjadi penyebab
seseorang untuk lebih memilih suatu lingkungan pertemanan yang kecil
dengan orang-orang pilihan mereka.
Sebutan circle menjadi istiah yang popular
dalam dunia pertemanan, bergabung dalam suatu kelompok tertentu menambah kepercayaan
diri bagi sebagian orang. Dalam dunia perkuliahan orang-orang gemar sekali berkelompok dalam memilih circle, sebuah perkumpulan beberapa individu lebih dari dua orang dan circle ini akan sangat berpengaruh pada sebuah mindset dan habits mereka,
karena ; keterbiasaan satu sama lain. Beberapa orang beruntung karena berhasil mendapatkan sebuah circle pertemanan di mana circle tersebut berkembang dengan baik dan di dalamnya berisi
sebuah pemikiran-pemikiran serta habits yang positif yang bisa
disebut dengan ; positif
vibes.
Sebagai kontradiksi dari lingkaran pertemanan yang menyatukan isi pikiran dari banyaknya
kepala sekaligus perbedaan gender
juga menjadi pengaruh perdebatan. Sebab beberapa orang pun terjebak di dalam circle yang toxic, yang berisikan di dalamnya orang- orang yang notabene
sudah memiliki sifat tocxic, playing victim dan tidak
berkembang dimana ia hanya mementingkan diri sendiri
daripada orang sekitarnya, ia lebih memilih menghakimi sebab ia tidak mendapatkan pengertian dari sekitar, merasa
dirinya adalah pusat dari sebuah circle yang di mana semua omongannya
harus di turuti. Toxic circle lebih
mementingkan bagaimana ia tetap
bersenang-senang dalam circle-nya
tanpa memikirkan sebuah pencapaian nilai
yang sempurna, ataupun berkembang dalam dunia akademisnya. Mindset orang yang berada dalam circle yang toxic yaitu
sebuah pencapaian sahabatnya adalah kebahagiaan serta kutukan dalam satu waktu, dimana
ia harus hidup dengan rasa iri yang membuatnya kehilangan semua hal dalam
beberapa waktu ke depan.
Berangkat dari sebuah pengalaman dan pembacaan siatuasi bahwa kebanyakan orang- orang dalam perkuliahan adalah manipulatif yang memakai topeng tebal, ia yang benar-benar pintar dan mampu akan terlihat biasa saja, sedangkan yang lain menilai dan mengurus kehidupan orang lain tanpa berkaca bagaimana diri sendiri, pintar menghakimi dan menspekulasikan dalam otak udangnya tanpa berpikir bagaimana ke depannya. Sehinga tak jarang bagi mereka-mereka untuk memainkan perannya masing-masing, eksistensi dan manipulasi bahkan menjadi hal yang niscaya melekat pada diri tiap orang, kita tidak bisa secara mutlak melihat seseorang itu sebagai apa dan siapa, sebab dalam beberapa situasi terkadang mereka memilih membiarkan semuanya saling menabrak atau ironisnya sengaja ditabrakan. Satu hal yang ingin mereka capai tak lain adalah sebuah value judgement.
Sebuah diskursus
yang menjadi intisari
dalam hal ini adalah untuk menerka bagaimana pengaruh sebuah circle yang
hidup di dalam suatu organisasi baik circle
yang baik maupun toxic circle. Satu kesimpulan selama
berkelana dan bergerak dalam banyaknya organisasi bahwa suatu circle sejatinya
mampu menjadi kekuatan besar, dimana biasanya orang-orang yang bersirkel ini akan menjadi dominan,
sehingga akan sangat mudah mengakomodasi untuk
pelaksaan kepentingan organisasi. Namun, bertolakbelakang dengan
hal tersebut adalah
ketika dalam suatu circle terdapat suatu problem maka akan berdampak
juga terhadap keberlangsungan organisasi. Munculnya perbedaan
pendapat, dualisme pemikiran yang secara tidak
langsung akan merongrong tumbuh kembangnya organisasi, konflik-konflik yang terjadi
akan menggerogoti rasa kenyamanan bagi masing-masing orang atau anggota
sehingga mereka yang merasa tak kuat akan menghilang satu-persatu, kemudian yang merasa kuat akan bertahan
denga segala kondisi
yang terkadang terpaksakan. Lalu, apa yang bisa dilakukan
untuk menamengi setiap diri
adalah pemfokusan pada setiap circle of
control yang dimiliki. Jika peribahasa
popular mengatakan bahwa dunia adalah panggung sandiwara, maka dapat saya katakana bahwa sejatinya hidup seperti
layaknya sebuah teater, kita diberikan satu peran kemudian jika kita tidak menyukai
peran itu, maka kita memiliki
hak untuk menciptakan ulang peran yang kita inginkan.
Penyertaan
solusi sebagai mitigasi dari hal di atas adalah untuk bagaimana kita bisa menyikapi sebuah problem yang disebabkan
dari circle dalam organisasi yang
terus muncul dalam permukaan. Setiap
kita wajib menamengi diri untuk tidak melakukan suatu hal yang toxic,
alih-alih setia terhadap circle yang
kalian punya percayalah bahwa sebaik-baiknya rumah
pemikiran adalah diri sendiri. Beberapa orang mungin akan menyetujui
bahwa tidak memiliki teman atau orang-orang dekat disekitarnya akan menjadi suatu hal yang membosankan, padahal tanpa disadari terkadang circle yang kita miliki pun memiliki circle lagi di dalamnya tanpa ada kita. Suatu yang perlu kita
pahami bersama bahwa banyak ataupun sedikit teman bukan menjadi suatu penghalang untuk terus melaksanakan hidup
dengan baik. Prinsipnya, setiap kita adalah
sahabat terbaik untuk diri kita
sendiri.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon